Single hits "Samudera Debu" yang berkolaborasi dengan Marzuki Mohamad [Kill The DJ] dari Jogjakarta Hip Hop Foundation, Heru Wahyono Shaggydog, dan Sujiwo Tejo justru menjadi lagu terakhir yang nyaris luput dari proses kelahiran album solo religi Kidung Sufi "Samudera Cinta" featuring 13 maestro seni dan budaya ini. Ia terselip di antara lagu-lagu yang semula tidak akan dipakai dalam album perdana Candra Malik.
Pada mulanya, lagu "Samudera Debu" ini diciptakan dengan gaya balada. Lantaran dinilai tidak senafas dengan lagu-lagu lain di album ini, kelahirannya ditunda. Namun, setelah Sujiwo Tejo urung berkolaborasi dengan Dewa Budjana dalam lagu "Jiwa yang Tenang" atas pertimbangan lagu itu sudah sangat kaya dengan kesunyiannya, maka lengkingan saksofon Sujiwo Tejo harus dicarikan ruang hening lainnya.
Perjumpaan pertama Candra Malik dengan Heru Wahyono Shaggydog di angkringan Pakualaman, Yogyakarta, atas prakarsa Uki Rebek, produser album solo religi Kidung Sufi "Samudera Cinta", adalah awal dari kerjasama keduanya. Tak lama setelah mendengarkan lagu "Samudera Debu" versi demo, Heru kemudian merekam vokal dengan gaya reggae-nya yang amat kental, di studio Shaggydog, di Doggy House, Jogjakarta.
"Saya menulis lirik saya sebagai respon atas lirik Gus Candra. Mengalir begitu saja tanpa beban. Tema Cinta Kasih sesama manusia memang sangat kuat dalam album ini dan layak didukung untuk dikampanyekan," kata Heru. Selain Heru yang sejak awal berkolaborasi dalam album ini, seluruh personel Shaggydog pun terlibat dalam pembuatan video klip "Samudera Debu" bersama Marzuki Mohamad beserta para personel Jogjakarta Hip Hop Foundation, dan Sujiwo Tejo, di Jogjakarta, 7 Juni lalu.
Mengambil lokasi syuting dari depan Keraton Yogyakarta hingga perempatan Tugu di Jalan Mangkubumi, pembuatan video klip dengan konsep outdor ini melukiskan perjalanan spiritual Candra. Di sepanjang jalan, ia berjumpa dengan sahabat, kerabat, kawan lama, dan kawan baru. Mereka, antara lain, Alissa Qatrunnada Abdurrahman Wahid, Butet Kartaredjasa, Djaduk Ferianto, Marwoto, Susilo Nugroho [Den Baguse Ngarso], Bambang Paningron, dan kelompok pelawak Trio GAM [Gareng, Joned, Wisben].
Oleh Shaggydog, Candra sempat diajak menyusuri gang-gang sempit di Sayidan yang terkenal itu. Juga berkeliling di sebuah kampung di Jalan Bumijo, di kota budaya itu, Jogjakarta. Pembuatan video klip ini mencapai puncaknya ketika Sujiwo Tejo didaulat bermain wayang di tengah perempatan Tugu, dilanjutkan di pojok Punakawan disaksikan anak-anak, sebelum akhirnya ia bermain saksofon ketika senja tiba.
"Saya merasa terhormat diajak Gus Candra terlibat dalam Kidung Sufi. Ia bahkan memberi kesempatan secara leluasa bagi saya untuk memainkan suluk-suluk wayang kulit," kata Sujiwo Tejo. Menurut dia, Kidung Sufi adalah cara lain mendakwahkan ajaran agama yang penuh Cinta Kasih dengan aliran musik yang kaya genre dan merangkul audiens yang lebih luas, tidak hanya umat Islam. "Gus Candra dengan ajaran Tasawuf membuat dakwah tidak melulu tentang fiqh dan syariat," kata Sujiwo Tejo.
Marzuki Mohamad mengatakan bahwa dia juga merasa sangat bahagia terlibat dalam kampanye Cinta Kasih melalui album solo religi Kidung Sufi "Samudera Cinta". Merespon lirik Candra Malik, ia menciptakan lirik rap dari ajaran Kiai Petruk dalam suluk ciptaan Ki Ageng Suryo Mentaram. "Yang saya heran, setelah bertahun-tahun kami menabung dan akhirnya punya studio sendiri, lha kok malah studio itu digunakan pertama justru untuk rekaman lagu "Samudera Debu" Candra Malik," kata Marzuki.
Menurut Candra, ia harus bertanggungjawab sejak dari ide bahwa musik itu universal dan religi seharusnya juga demikian. "Saya telah mengalami dan merasakan sendiri betapa musik religi Islam tidak harus selalu berirama padang pasir. Religi dan kultur adalah satu dan lain hal. Islam tidak selalu sama dengan Arab dan Arab tidak selalu sama dengan Islam. Dalam Kidung Sufi "Samudera Cinta", siapa saja bisa mendengarkan bagaimana genre musik klasik, jazz, balad, pop, rock, rap, reggae, dan suluk wayang kulit, berjumpa dalam kerukunan yang bernama harmoni, yang masing-masing menonjol sesuai jatidiri," papar Candra.
Sebagaimana lagu-lagu lain dalam album ini, lagu "Samudera Debu" terinspirasi dari Al Qur'an. Candra menceritakan betapa tidak pernah cukup menuliskan nikmat dari Allah, meski samudera sebagai tintanya dan daunan sejagat raya sebagai kertasnya. "Allah menunjukkan bahwa Dia memberi Cinta tanpa diminta dan Dia tidak pernah tidur, tidak pula mengantuk, untuk menjaga dan mengurus alam raya. Padahal, kita ini hanya buih samudera dan butir debu semesta. Ini inspirasi yang luar biasa tentang Cinta," kata Candra.